I LOVE U ... KAU KABUR (kisah spiritual)

Penulis: Ika Kartika
Lima berseragam putih abu berbadan tegap, memegang kuat seorang perempuan, yang juga berseragam putih abu. Dalam histeris tangis beberapa siswi putih abu disekitarnya. Ekspresi spontan dan alami, seketika terjadi di ruang OSIS. Bergerombol siswa-siswi berseragam putih abupun tak terhindarkan disekitaran pintu dan jendela sepanjang teras ruang OSIS.
Teriakan histeris, ungkapan nada marah serta berbagai respon atas situasi saat itu muncul terdengar dari dalam ruangan. Semakin hingar-bingarnya celotehan tak terarah dari kerumunan siswa-siswi yang ada diluaran.
Ayunan kaki Pak Angga melangkah menuju ruang OSIS, setelah seorang siswa tergopoh-gopoh mendatangi meja kerjanya, melaporkan bahwa Maya kesurupan.
Kerumunan siswa-siswi di teras, terurai memberi jalan langkah Pak Angga. Hingga Pak Angga sampai di pintu masuk ruang OSIS. Saat sebelum Pak Angga datang seragam putih abu berjejal menjadi daun pintu jadi-jadian, tapi saat Pak Angga menepi, putih abupun terkuak terbuka memberi kesempatan agar Pak Angga bisa melewatinya.
Ayunan kaki tertahan di pintu ruang OSIS, celotehan yang hingar-bingar atas peristiwa yang disaksikan pelan tapi pasti mulai berhenti. Sepertinya mereka yang berceloteh, terpancing untuk melihat apa yang akan terjadi, daripada berceloteh tak menyelesaikan keadaan.
Nampak dalam pandangan Pak Angga, bagaimana Maya anak didiknya mencoba beradu otot agar bisa terbebas dari pegangan empat orang dengan tangan-tangan kuatnya, bahkan satu orang teman dekatnya Syila, mencoba memegang kepalanya sambil menangis. Tatapan mata merah memandangi setiap yang memegangnya, tangan berusaha mencakar, kaki menendang-nendang, celotehanpun histeris galak. Padahal Maya seorang siswi yang kesehariannya lembut. Saat itu berubah jadi beringas.
Ayunan kaki Pak Angga mencoba masuk ruang OSIS berhenti dalam jarak lima meteran dalam posisi badan lurus dengan Maya. Mata Maya pun beralih menatap mata Pak Angga, merah...seakan menyimpan amarah. Badannya bergoncang ingin menepi dimana Pak Angga berdiri, tapi teman-teman yang memegangnya terasa lebih kuat. Akhirnya hanya goncangan tubuhnya yang ada, semakin membuat gasar-geser bergerak kursi tempat didudukannya Maya.
Tatapan Pak Angga juga mulai menghujam tatapan mata Maya, sepertinya feeling Pak Angga mengatakan tak boleh kalah dengan tatapannya. Ada energi tertentu yang sempat dirasakan Pak Angga ketika tatapan itu terpaut untuk beberapa saat, beradu tatap dengan tatapan Maya.
"Kamu Maya"
Ujar Pak Angga sambil lebih kuat mengontrol tatapannya dengan tatapan mata Maya.
"Bukan!"
Sepenggal kata, terucap dari mulut Maya, dengan nada tinggi. Sepertinya marah, sebab nampak terlihat tatapan itu tak berkedip sedikitpun dengan warna bola mata memerah.
"Siapa kamu!"
Bentak Pak Angga tak ingin kalah menggertak. Maya terdiam tapi tak merubah tatapannya, Pak Angga pun diam, mencoba lebih fokus melawan tatapannya, walau ada rasa yang berbeda yang Pak Angga rasakan, namun tetap bertahan menatapnya.
Beberapa saat itu terjadi, hingga akhirnya reflek Pak Angga menggerakan jemari tangan ke arah tatapan Maya, sejajar mukanya, reflek juga menggerakan tangan seperti halnya orang melakukan gerakan 'kiss bye'.
"I love You..."
Spontan tak sadar, gerakan tangan terjadi dari diri Pak Angga diikuti ujaran itu kata.
Maha Besar Alloh...respon atas reflek Pak Angga, membuat Maya tiba-tiba pingsan. Nampak Pak Angga pun mendekat tubuh Maya, yang tergolek pingsan tanpa dipegang tangan kuat teman-temannya. Pak Angga nampak menempelkan jemari di keningnya, dan menggerakkan mengusap arah menuju jilbabnya yang sudah acak-acakan. Maya pun membukakan kelopak matanya tersadar.
"Istighfar Maya"
"Astagfirullah al adzim"
Begitu yang sempat terdengar dari mulut Maya, matapun tak lagi menakutkan, suarapun walau baru melisankan lafadz istighfar, terdengar lembut.
Hasbunalloh wani'mal wakill...Pak Angga terpaku, dalam riuh celotehan siswa-siswi yang berkerumun.
"Biarkan mereka berceloteh sendiri-sendiri, sebab akupun tak mengerti dengan apa yang terjadi".
Wallahu bi murodihi.