BOTOL, DI ATAS MEJA KERJAKU (kisah spiritual)

admin  | 22 Sep 2022  | 419 views  |


Penulis: Ika Kartika

Seminggu sudah botol itu ada di sudut meja kerjaku. Tak ada yang unik dari botol itu, sebatas botol bekas minuman coca cola yang tak bernilai, apalagi isi botolnya tak nampak setetespun. Kalaupun ada, siapa pula yang akan meminumnya. Tentunya orang akan berpikir sepuluh kali, karena botol itu tak diketahui bekas siapa.

Tersimpannya di meja kerjaku, sedikit banyak mengundang tanya, bagi yang tahu hal ihwal keberadaannya. Aku sendiri terkadang tersenyum, teringat ihwal keberadaan botol itu. Lebih ingin tersenyum lagi manakala tahu perjalanan, semenjak botol itu tersimpan di meja kerjaku, tak ada seorangpun yang berani mendekati mejaku. Jangankan tak ada aku si pemilik meja, ketika adapun terkadang yang ada urusan kerjaku sungkan mendekati meja ini. Seringkali mereka menelponku untuk membicarakannya jauh dari meja kerjaku.

Pernah suatu kali rekan kerjaku datang ke ruanganku, untuk membahas hal pekerjaan. Dia hanya sebatas berdiri di pintu masuk seraya menyampaikan urusannya sambil mesem-mesem. Ketika kusuruh masuk dan duduk di kursi yang ada di depan mejaku, malah tatapan mata dan telunjuknya mengisyaratkan kode ke arah botol. Akupun terpancing untuk meliriknya seraya tersenyum. Kemudian kulambaikan tangan meyakinkan rekan kerjaku, tak ada hal yang harus ditakuti dengan keberadaan botol itu. Tapi tetap saja rekan kerjaku tak mau mendekatinya, sampai akhirnya aku mengalah menghampirinya. Kemudian membicarakan urusan kerja sambil berdiri di pintu ruang kerjaku.

Memang ada awal kisah yang membuat botol itu tersimpan di mejaku, namun bagiku sendiri kisah keberadaan botol itu tak terlalu dijadikan satu hal yang benar-benar serius. Mungkin bagi orang lain yang tahu awal kisah botol itu ada di mejaku, dijadikan satu keyakinan pembenaran. Hingga menjadikan dirinya sungkan untuk mendekati meja kerjaku.

"Wallahu bi murodihi"

Bisik kata hatiku, setiap kali orang mempertanyakan keberadaan botol kosong itu. Aku tak ingin mengatakan tidak juga, sebab aku menyadari keberadaan botol itu tersimpan di sudut meja, setelah seminggu yang lalu ada peristiwa seorang siswi kesurupan. Dengan caraku, mencoba melakukan pertolongan membebaskan siswi yang kesurupan itu, aku menggunakan media botol. Saat itu siswi yang kesurupan tiba-tiba spontan sembuh, tatkala tanganku dari kejauhan seperti melakukan gerakan menarik. Dari gerakan itu, kuteruskan telapak tangan seperti melakukan gerakan memasukan sesuatu pada botol, dan menutupnya. Itulah hal ihwal keberadaan botol di sudut meja kerjaku.

Semenjak itulah aku memperhatikan sekeliling mejaku sepi dari yang menepi. Enak juga sebenarnya, tanpa orang menepi ke mejaku, aku bisa lebih fokus menyelesaikan literasi-literasiku yang menjadi hobi dari sisi lain tugas pokokku. Aku terkadang kalau tidak ada jam mengajar, kuhabiskan waktu ini dengan menulis cerita-cerita fiksi yang sempat menjadi fakta teralami sekitar wilayah kerjaku.

Saat jam istirahat hari itu aku berkesempatan ngobrol dengan dua rekan kerjaku, yang secara kebetulan merupakan mantan-mantan muridku delapan tahun kebelakang. Kebetulan juga kedua rekan kerjaku ini merupakan saksi hidup yang mengetahui ihwal keberadaan botol yang tersimpan di sudut meja kerjaku. Entah mereka sudah ada kesepakatan untuk mencoba bertanya tentang botol itu, atau tak pernah direncanakan tapi spontan keduanya berpikir hal yang sama saat itu. Terdengar diantara perbincangan kami bertiga, kedua rekanku ini menyimpan rasa penasaran tentang isi botol. Bahkan keduanya meminta aku mencoba membuka tutup botol. Bujuk rayu keduanya tak elak membuat aku juga penasaran, sebab akupun tak tahu sebenarnya, apakah botol itu berisi? Apa isinya, aku tak melihat apapun, kecuali botol itu benar-benar kosong. Bahkan seringkali ku angkat-angkat botol itu, tetap beban yang terasa seberat beban botol.

Rasa penasaranku meminta kaki terayun masuk ruang kerjaku. Tak begitu lama, akupun keluar lagi menghampiri rekan kerjaku, seraya tangan menimang-nimang botol yang kuambil dari meja kerjaku. Kedua rekan kerjaku menggeserkan kakinya serentak mundur satu langkah, ketika aku tepat berada di depan keduanya. Ada senyum dikedua rekanku, senyum penasaran...khawatir...dan takut. Itu terlihat dari raut muka yang terpancar dari wajah keduanya.

"Jika terjadi sesuatu, kalian tanggung jawab ya? "

Ujarku seraya tangan siap membuka tutup botol, memandang tersenyum kedua rekan kerjaku ini.

"Bapaklah..."

Terdengar kompak keduanya, seraya menggeser kaki satu langkah kebelakang lagi. Begitu kompak keduanya, sambil senyum khawatir tetap mengembang dari wajahnya

Akupun memutar tutup botol tersebut, kemudian membukanya. Selang sesaat, bahkan hampir berbarengan dengan tutup botol terbuka, terdengar histeris jeritan dari dalam ruangan kelas yang ada tidak jauh dari tempatku dan kawan kerjaku ngobrol dan membuka tutup botol.

"Tuh...."

Reflekku berujar seraya menatap kedua kawanku ini. Wajah kedua kawan kerjaku tiba-tiba berubah, senyum itu hilang berganti dengan raut kecemasan.

Kakikupun reflek terayun ke arah sumber histeris itu datang, penghuni kelas semakin membuat kacau keadaan, terbawa histeris. Ada yang menangis ada yang teriak-teriak ketakutan berhamburan keluar kelas. Beberapa siswapun sempat beradu bertabrakan dengan kaki yang sedang melangkah menuju kelas diikuti dua kawanku dari belakang. 

Saat langkahku berada di pintu kelas, pandanganku menangkap Zilla yang sedang duduk tapi tatapannya begitu menakutkan. Matanya merah menatapku tajam, badannya bergetar seakan terbawa pengaruh nafsu yang teramat sangat.

Aku mencoba tenang, pelan-pelan langkahku terus berayun mendekatinya, sementara kedua temanku hanya berdiri mematung dipintu bersama kerumunan siswa yang menyimpan rasa penasaran perihal yang terjadi pada Zilla.

Kira-kira dari berjarak satu meter antara aku dan Zilla, meja belajar Zilla jadi penyekat jarak yang ada. Zilla tetap duduk dengan sorot mata menakutkan menatapku tajam, sementara aku sendiri mencoba tak ingin kalah tatapan, menatap kegalakan siswiku ini dengan konsentrasi fokus menatap juga.

Suasana terasa sunyi, semua yang bergerombol di pintu dan jendela-jendela kelas seperti terhipnotis bungkam tak asa yang berkata-kata. Akupun semakin fokus menatap Zilla, reflekku terasa ...ayunan tangan bergerak, telapakpun sigap tak terkontrol Zilla menepi keningnya. Seketika Zilla terkulai lemah dan jatuh dibantalan kursi tempat duduknya, dengan mata tertutup, seperti pingsan. Kemudian aku mendekatinya, kuusapkan telapak tanganku mengarah bagian kepala atas, dialasi kerudung seragam sekolahnya. Spontan Zilla tersadar.

"Istighfar Zilla"

Ujarku memerintah Zilla untuk mengingat dan berdzikir.

"Astagfirullahaladzim"

Terdengar lirih Zilla bergumam, dibarengi orang yang bergerombol di pintu masuk menepi keberadaan aku dan Zilla. Nampak dua kawanku yang tadi mempermasalahkan botol yang tersimpan di sudut meja kerjaku, saling memandang dan melanjutkan pandangannya ke arahku. Terlihat senyum mengembang dari keduanya, entah apa makna senyum kedua kawanku yang sekaligus mantan-mantan muridku ini.

Akupun membalasnya dengan tersenyum sambil mengangkat kedua bahuku, sementara botol itu tak lepas ada dalam tangan kiriku, tanpa ada tutupnya lagi.

Hasbunalloh wani'mal wakill, wallahu bi murodihi. Semua terjadi atas kehendakNya.

Tulisan Terkait